20.Jan.2020

Sambut Imlek dengan Kemeriahan Grebeg Sudiro di Solo


 

0
0
0

Grebek Sudiro, Perayaan Imlek di kota Solo - Ni hao! Nggak terasa, 5 hari lagi adalah tahun baru China alias Imlek. Kalian yang bakal ngerayain pasti pada seneng, dong, apalagi kalian bisa dapet angpau. Huehehe. Kalau di keluarga kalian, tradisi apa, sih, yang biasa dilakukan saat Imlek? Kalau warga di Solo, nih, mereka menggelar Grebeg Sudiro untuk menyambut Imlek. Kayak gimana, ya, kemeriahan Grebeg Sudiro di Solo?

Sudiro diambil dari kata Sudiroprajan. Itu adalah nama salah satu kelurahan di Solo yang beberapa kampungnya merupakan kawasan pecinan (tempat tinggal orang Tionghoa), seperti Kampung Balong, Kepanjen, dan Ketandan.

Nggak diketahui kapan pertama kali orang Tionghoa datang ke Kelurahan Sudiroprajan. Yang jelas udah lama banget, bisa puluhan atau ratusan tahun silam. Mereka kemudian membaur dengan orang Jawa yang lebih dulu tinggal di sana, bahkan ada yang menjadi suami istri.

 

Grebeg Sudiro di Solo digelar 3 – 7 hari sebelum Imlek. Pertama kali digelar ialah pada 2007. Grebeg Sudiro merupakan bukti keharmonisan dua etnis. Meskipun digelar untuk menyambut Imlek, bukan hanya warga keturunan Tionghoa yang turut serta, orang Jawa pun ikut berpartisipasi.

 

Sumber: soloevent.id

Kalian mungkin bertanya-tanya, grebeg artinya apa, sih? Grebeg berasal dari bahasa Jawa gumrebeg yang artinya rame atau riuh. Saat Grebeg Sudiro berlangsung, suasana memang sangat rame. Pesertanya ribuan, penontonnya banyak. Dan, bakal makin rame saat orang-orang berebut gunungan kue keranjang, maka jangan heran kalau perayaan ini juga sering dijadikan daya tarik wisata di kota Solo.

Yup, berebut gunungan gue keranjang merupakan inti dari Grebeg Sudiro. Sebelum diperebutkan, gunungan tersebut diarak terlebih dahulu dari Pasar Gede dan kembali lagi ke Pasar Gede.

Ada puluhan kelompok yang tergabung dalam perarakan gunungan. Mereka mengenakan kostum ala Tionghoa, seperti tokoh Kera Sakti, biksu, dan dewi serta kostum ala Jawa, yakni batik lurik.

 

Selain parade kostum, kalian juga bisa menyaksikan kesenian tradisional saat perarakan gunungan. Untuk kesenian Tionghoa, ada tari liong (naga) dan atraksi barongsai. Untuk kesenian Jawa, ada pertunjukan reog dan kuda lumping.

Gunungan adalah ornamen dalam tradisi Jawa yang berupa makanan yang disusun menjulang menyerupai gunung. Bentuk gunungan yang tinggi melambangkan Tuhan Yang Mahakuasa.

Berhubung Grebeg Sudiro adalah acara untuk menyambut Imlek, maka sebagian besar makanannya adalah makanan khas Tionghoa. Makanan utamanya tentu saja kue yang selalu dihadirkan saat Imlek, yakni kue keranjang. Makanan lainnya ada bakpao, onde-onde, getuk, dan buah-buahan.

Sumber: labiebzamani7.blogspot.com

Ketika gunungan kue keranjang selesai diarak dan tiba di depan Kelenteng Tien Kok Sie di Pasar Gede, warga langsung menyemut di sana demi mendapatkan sebuah kue keranjang.

Jelas nggak mudah buat ngedapetin kue keranjang di tengah lautan manusia yang tumpah ruah. Kalian mesti berdesak-desakan. Tapi, seru kali, ya, kalo sesekali bisa ikutan. Hehehe. Atau mungkin, di antara kalian ada yang pernah ikutan Grebeg Sudiro di Solo? Boleh, lho, berbagi pengalamannya.

Berdesak-desakan untuk berebut kue keranjang dari gunungan sesuai dengan filosofi Jawa yang berbunyi ora babah ora mamah. Artinya, jika nggak mau berusaha, maka kita gak bakal bisa makan.

 

Baca juga: 4 Fakta Kue Keranjang Khas Imlek

 

Kalo udah ngedapetin kue keranjang, jangan beranjak dulu, karena menjelang matahari terbenam, kalian bisa melihat lampion-lampion yang dipasang di Pasar Gede mulai dinyalakan. Cantik banget, deh, view­-nya, serasa di negeri China.

Kalian yang mau nonton Grebeg Sudiro di Solo, lebih baik datang lebih awal, soalnya 2 – 3 jam sebelum dimulai, suasananya udah padet banget. Grebeg Suro biasanya dimulai antara jam 3 sore atau jam 4 sore. Dan, meskipun cuaca nggak bersahabat, warga tetep antusias buat menyaksikan kemeriahannya.

Komentar