Yang laki-laki berperang, yang perempuan bermain ayunan. Itulah ritual di Desa Tenganan Pengrisingan, Kabupaten Karangasem, Bali yang dijalani para truna (laki-laki) dan daha (perempuan) saat beranjak dewasa. Ritual yang diadakan setahun sekali tersebut merupakan bagian dari upacara menuju kedewasaan yang disebut Usabha Sambah.
Usabha Sambah biasa digelar pada Juni. Ada dua ritual dalam upacara adat tersebut, yakni perang pandan yang diperuntukkan bagi lelaki dan naik ayunan besar yang diperuntukkan bagi perempuan. Namanya saja upacara adat, laki-laki dan perempuan yang mengikutinya juga mengenakan pakaian adat.
Kita mulai dari perang pandan. Sesuai namanya, senjata yang digunakan dalam perang tersebut adalah daun pandan. Bukan sembarang daun pandan, melainkan bagian yang berduri. Satu laki-laki memegang beberapa daun pandan yang diikat menjadi satu. Daun pandan adalah senjatanya, sementara itu, pelindungnya adalah tameng yang terbuat dari rotan. Daun pandan di tangan kanan dan tameng rotan di tangan kiri.
Laki-laki yang turut dalam perang ini mengenakan sarung dan ikat kepala (udeng). Tubuh mereka dibiarkan bertelanjang dada. Sebelum masuk ke “medan perang”, mereka dihibur terlebih dahulu oleh permainan sabung ayam yang dilakukan para sesepuh.
Sumber: https://www.flickr.com/photos/anomharyacom/with/35130216592/
Saatnya berperang. Begitu wasit memberi aba-aba, para peserta langsung menyerang lawan dengan daun pandan berduri. Mereka memukulkan daun tersebut atau menggoreskannya ke tubuh lawan. Sakit? Jelas. Berdarah-darah? Pasti. Kalau kalian nonton, pasti ngeri banget, deh. Gak ngebayangin gimana menderitanya para peserta menahan kesakitan.
Namun, itu semua dilakukan murni sebagai bagian dari upacara adat. Tidak ada rasa dendam antar peserta. Usai berperang, mereka tetap akrab berkawan. Luka-luka di tubuh peserta diobati dengan obat tradisional yang diracik para perempuan.
Total durasi perang pandan ialah 3 jam. Selama perang berlangsung, ada iringan musik gamelan. Peserta perang pandan bukan hanya laki-laki remaja yang beranjak dewasa. Anak-anak yang beranjak remaja pun juga diperbolehkan ikut serta. Wisatawan yang kebetulan datang dan mau ikut juga diperbolehkan.
Sumber: https://www.flickr.com/photos/anomharyacom/with/35130216592/
Selain sebagai penanda menuju kedewasaan, makna lain dari perang pandan adalah sebagai penghormatan kepada Dewa Indra, sang dewa perang. Dahulu kala, Dewa Indra menyelamatkan Desa Tenganan dari kekejaman Raja Maya Denawa. Dalam peperangan, Dewa Indra berhasil menang atas Raja Maya Denawa. Dari situ, masyarakat lantas menggelar perang pandan sebagai wujud terima kasih dan penghormatan pada sang dewa.
Selesai sudah pembahasan tentang perang pandan. Saatnya bergeser ke tradisi naik ayunan yang dilakukan para perempuan. Ayunannya bukan sembarang ayunan, melainkan ayunan raksasa. Ayunan tersebut terbuat dari kayu cempaka dan merupakan peninggalan nenek moyang. Bentuk ayunannya mirip komidi putar. Kalian yang takut ketinggian, pasti dag dig dug ser ketika naik ayunan ini.
Sumber: https://pikdo.net/p/anandagotama/2075152133667008053_309964867
Ada empat ayunan yang digunakan dan satu ayunan terdiri dari delapan tempat duduk. Para perempuan yang mengikuti tradisi naik ayunan mengenakan kain tradisional bermodel kemben berwarna kuning keemasan. Di depan kain kuning keemasan tersebut, terpasang kain gringsing khas Desa Tenganan.
Sesudah para perempuan duduk manis di atas ayunan, ayunan lalu digerakkan. Penggeraknya adalah dua lelaki yang belum menikah. Ayunan digerakkan selama enam kali, tiga kali ke utara dan tiga kali ke selatan. Perputaran ayunan tersebut dimaknai sebagai perputaran kehidupan manusia. Ada kalanya seseorang berada di atas. Ada kalanya pula seseorang berada di bawah.
Sebelum mengikuti tradisi bermain ayunan, para perempuan harus menyusuri jalan setapak menuju bukit untuk memberikan persembahan. Kegiatan tersebut dilakukan pagi-pagi buta. Mereka didampingi oleh para lelaki.
Sumber: https://pikdo.net/p/anandagotama/2075152133667008053_309964867
Usai memberikan persembahan di puncak bukit, para perempuan saling memahkotai kepala satu sama lain dengan irisan kelapa yang telah dibersihkan. Para lelaki yang mendampingi pun juga akan dikalungi irisan kelapa tersebut. Usai memahkotai dan mengalungi, para perempuan dan lelaki turun dari puncak bukit menuju lokasi ayunan.
Kalau ingin tahu lebih lanjut, kalian bisa menonton video perang pandan di sini dan tradisi bermain ayunan di sini.
Komentar