Tahun 2020 udah berjalan seminggu, nih. Gimana hari-hari kalian sejauh ini? Menyenangkan? B aja? Bagaimana pun kondisi hari-hari ke depan, semoga kalian bisa menghadapinya dengan semangat! Dan, apa pun yang terjadi di tahun 2019, semoga bisa menjadi pembelajaran baik untuk melalui tahun 2020. (Sok) bijak banget, sih, Mister? Iya, kalimat (sok) bijak Mister itu terinspirasi dari makna upacara adat Tulude, upacara adat warga Kepulauan Sangihe Talaud.
Sangihe Talaud? Di mana, tuh? Kepulauan Sangihe Talaud terletak di Provinsi Sulawesi Utara. Kepulauan tersebut berbatasan dengan Pulau Mindanao, Filipina. Terdapat ratusan pulau di sana. Sebagian berpenghuni, sebagian tidak. Alat musik khas kepulauan ini terbuat dari bambu.
Di penghujung tahun atau di tahun baru, warga Sangihe Talaud selalu menggelar upacara adat Tulude. Tulude berasal dari kata suhude yang berarti menolak. Maksudnya, warga menolak meratapi kehidupan di tahun sebelumnya dan siap menatap kehidupan di tahun baru.
Sunber: http://suarapilardemokrasi.blogspot.com/2016/05/mengenal-makna-upacara-adat-tulude-suku.html
Upacara adat Tulude dilaksanakan sejak abad XVI dan hingga kini masih tetap dilestarikan. Mulanya, upacara ini dilaksanakan pada 31 Desember alias di penghujung tahun. Namun, seiring berkembangnya zaman, waktu pelaksanaannya diubah menjadi di akhir Januari di tahun selanjutnya.
Sebelum acara puncak Tulude, yakni pada 2 minggu sebelumnya, ada kegiatan melepas perahu ke tengah laut. Perahu tersebut berisi berbagai benda sebagai wujud persembahan pada Tuhan. Kegiatan ini bermakna membuang segala hal buruk di tahun lama dan mengucap syukur atas datangnya tahun baru.
Apabila ada orang yang menemukan perahu tersebut terdampar di daratan, maka ia harus kembali melepasnya ke tengah laut. Jika tidak, konon, hal buruk yang menimpa warga yang pertama kali melepas perahu tersebut akan berbalik menimpa warga yang tinggal di tempat perahu tersebut terdampar.
Sumber: http://beritatotabuan.com/berita-boltim/sumardia-dukung-rencana-pembuatan-perda-perayaan-tulude-di-boltim/
Setelah pelepasan perahu ke laut, tahap berikutnya dalam upacara adat Tulude adalah membuat kue tamo di rumah tokoh adat. Ini dilakukan sehari sebelum acara puncak. Bahan pembuatan kue tamo adalah beras ketan, gula merah, minyak kelapa, bubuk kayu manis, pepaya, kelapa muda, dan pisang raja.
Beras ketan dan gula merah yang sudah mencair dicampur dengan pepaya, kelapa muda, dan pisang raja. Selanjutnya, diberi minyak kelapa dan bubuk kayu manis. Aduk terus selama lebih kurang 2 jam. Kue tamo yang sudah matang akan diberi garnish, seperti telur, ketupat, dan buah-buahan.
Kue tamo (sumber: http://mujyrman.blogspot.com/2012/11/mari-jo-jaga-torang-pe-budaya.html)
Kue tamo sudah siap, saatnya acara puncak Tulude yang dilaksanakan pada sore hari. Prosesinya dimulai dari penjemputan kue tamo untuk selanjutnya diarak keliling kota. Selama perarakan, penonton dihibur dengan penampilan tarian tradisional dan kelompok musik.
Kue tamo yang diarak akan disambut di tempat pelaksanaan Tulude. Selanjutnya, kue akan dipotong dan dilanjutkan dengan pesta rakyat sebagai prosesi akhir. Pada pesta rakyat, warga dapat menyantap beragam kudapan yang mereka bawa sendiri. Total durasi acara puncak ini ialah lebih kurang 4 jam.
Komentar