Pernah kepikiran nggak kalau ada desa yang “dihuni” banyak boneka? Desa semacam itu ada di Jepang. Namanya Desa Nagoro. Boneka-boneka di sana “hidup” berdampingan bersama penduduk desa. Bahkan, jumlah bonekanya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk. Kok bisa?
Kalau kamu berencana berlibur ke Jepang, nggak ada salahnya kamu memasukkan Desa Nagoro di itinerary. Jaraknya 550 km dari Tokyo. Di desa tersebut, kamu bisa menjumpai ratusan boneka yang ukurannya menyerupai manusia. Iya, boneka di sana ukurannya gedhe banget.
Adalah Tsukimi Ayano, penduduk Desa Nagoro yang berjasa membuat Desa Nagoro dikenal sebagai lembah boneka. Mulanya, Ayano membuat boneka untuk dijadikan orang-orangan sawah. Lalu, karena kesepian, ia pun membuat lebih banyak boneka untuk dijadikan teman. Kenapa kesepian? Bukannya ada penduduk lain di desa itu?
Tsukimi Ayano, pembuat boneka di Desa Nagaro (sumber: https://www.foreignaffairs.com/photo-galleries/valley-dolls) (foto oleh Fritz Schumann)
Tentu saja yang namanya desa punya penduduk. Tapi, jumlah penduduk di Desa Nagaro SANGAT sedikit, cuma 27 orang. Banyak penduduknya yang merantau ke kota dan tidak kembali, termasuk si pembuat boneka Ayano. Ia merantau ke Osaka, akan tetapi memutuskan pulang kampung untuk merawat ayahnya semenjak ibunya meninggal.
Ayano kecil pernah merasakan saat Desa Nagoro masih punya banyak penduduk, yakni sekitar 300 orang. Namun, sekembalinya ia ke sana setelah merantau, jumlah penduduk menurun drastis. Tetangganya semasa kecil sudah tidak ada lagi yang menetap.
Sumber: https://www.ibtimes.co.uk/village-scarecrows-residents-nagoro-japan-are-being-replaced-by-life-size-straw-dolls-1492079 (diambil dari Thomas Peter/Reuters)
Selain karena banyak penduduknya yang berpindah tempat tinggal, alasan lain yang membuat jumlah penduduk di Desa Nagoro menurun adalah tingkat kelahiran yang rendah. Jadi, jarang ada penambahan penduduk. Kebanyakan, penduduk di sana berusia tua. Bayangkan, penduduk termuda saja berusia 55 tahun.
Untuk mengusir kesepian dan menghidupkan kembali desanya, Ayano membuat boneka dengan berbekal kayu, kertas, dan wol. Boneka tersebut lantas didandani layaknya manusia dan disebar di seluruh penjuru desa, seperti kebun, pinggir sungai, beranda rumah, dan sekolah. Di Desa Nagoro hanya ada satu sekolah dan itu pun sudah ditutup sejak 2012 karena sudah tidak ada muridnya. Supaya sekolah tersebut tetap “buka”, Ayano menempatkan 12 boneka buatannya di dalamnya.
Sumber: https://richarddeguzman.photoshelter.com/image/I0000H6yRB51iYlE (foto oleh Richard Atrero de Guzman)
Setiap boneka yang dipajang di Desa Nagoro menggambarkan kegiatan tertentu. Ada sepasang nenek dan kakek yang tengah menikmati waktu berdua. Ada seorang bapak yang menarik kereta yang ditumpangi tiga orang anaknya. Ada pula satu keluarga yang sedang duduk-duduk di depan toko.
Berkat Ayano, banyak wisatawan yang datang berkunjung ke Desa Nagoro karena penasaran dengan boneka yang ada di sana. Bahkan, ada wisatawan yang datang dari Amerika Serikat dan Perancis. Desa yang semula sepi karena ditinggal penduduknya kini menjadi ramai lagi.
Sumber: https://www.liputan6.com/global/read/3945249/foto-ditinggal-warganya-desa-nagoro-di-jepang-dihuni-boneka?page=1 (diambil dari Kazuhiro Nogi/AFP)
Rute termudah untuk menuju Desa Nagoro dimulai dari stasiun Oboke. Dari stasiun itu, naiklah bus tujuan Kubo. Perjalanannya memakan waktu sekitar 1 jam. Dari Kubo, naiklah bus tujuan Nagoro dan bersiaplah untuk mengeksplorasi desa boneka itu.
Komentar