Madura bukan cuma karapan sapi. Di sana, ada sebuah desa yang terkenal sebagai desa pembuat keris. Namanya Desa Aeng Tong Tong. Zaman dulu, keris-keris buatan warga Desa Aeng Tong Tong banyak digunakan di Keraton Sumenep. Lebih hebatnya lagi, keris-keris itu sampai diekspor ke luar negeri, lho.
Pada 2005, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) mengakui keris sebagai warisan budaya dunia. Berselang 7 tahun berikutnya, yakni pada 2012, UNESCO mengakui Sumenep, kabupaten di Madura, sebagai kabupaten dengan jumlah empu alias pembuat keris terbanyak. Ada sekitar 600 empu di Sumenep dan sebagian besar di antaranya berasal dari Desa Aeng Tong Tong.
Meskipun dikenal sebagai desa pembuat keris, makna nama Aeng Tong Tong nggak berhubungan sama sekali dengan keris. Aeng berarti air, sedangkan tong berarti menjinjing. Dinamakan demikian karena dulu warga harus menjinjing ember-ember berisi air dari luar desa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Zaman dulu, keris buatan warga Desa Aeng Tong Tong digunakan di Keraton Sumenep. Sampai sekarang, keris-keris Keraton Sumenep masih tersimpan. Tiap tahunnya, di Desa Aeng Tong Tong diadakan ritual jamasan buat menjaga supaya keris peninggalan Keraton Sumenep tetep awet.
Terdapat tiga jenis keris yang dikerjakan warga Desa Aeng Tong Tong, yakni keris yang dibuat untuk sekadar memenuhi kebutuhan pasar, keris yang dibuat berdasar pesanan pedagang, dan keris untuk para kolektor. Harga keris yang paling murah adalah keris untuk kebutuhan pasar, berkisar Rp100.000—Rp300.000. Sementara, yang paling mahal adalah keris untuk para kolektor. Harganya lebih dari Rp1 juta, bahkan bisa mencapai Rp10 juta!
Sumber foto: https://beritagar.id/media/galeri-foto/pamor-keris-aeng-tong-tong (foto oleh: Fully Safi)
Sumber foto: https://pesona.travel/keajaiban/1026/aeng-tong-tong-kampung-mpu-keris-madura (foto oleh Rismiyanto)
Saat hendak membuat keris untuk kolektor, para empu menjalani ritual khusus. Mereka bersemedi dan berpuasa demi mendapat wangsit tentang hari baik untuk membuat keris. Waktu pembuatan kerisnya pun sangat lama, yakni 1—5 tahun.
Secara singkat, proses pembuatan keris dimulai dari besi yang ditempa menjadi sebilah keris. Proses penempaan ini dilakukan ratusan kali. Dalam proses tersebut, disertai pula pembuatan pamor alias lukisan. Setelah besi ditempa menjadi keris, proses selanjutnya adalah keris dihaluskan dengan gerindra lalu diukir.
Desa Aeng Tong Tong pernah memiliki seorang empu dengan kemampuan komplit. Namanya empu Murka’. Si empu yang satu ini sangat hapal bentuk dan motif keris, ahli menghaluskan permukaan keris, dan ahli juga dalam pembuatan tutup keris yang disebut warangka.
Sumber foto: https://beritagar.id/media/galeri-foto/pamor-keris-aeng-tong-tong (foto oleh: Fully Safi)
Sumber foto: https://pesona.travel/keajaiban/1026/aeng-tong-tong-kampung-mpu-keris-madura (foto oleh Rismiyanto)
Atas kepiawaiannya dalam membuat keris, pemerintah Indonesia menganugerahi empu Murka’ penghargaan sebagai maestro seni tradisional. Hebat, ya! Sejak empu Murka’ meninggal, praktis nggak ada lagi empu yang punya keahlian komplit seperti dia. Empu-empu yang ada sekarang punya keahlian di bidang tertentu saja.
Para empu di Desa Aeng Tong Tong sebagian besar adalah kaum pria. Nah, di antara empu-empu pria itu, ada satu empu wanita. Namanya empu Ika. Dia bahkan disebut sebagai satu-satunya empu wanita di Indonesia. Empu Ika belajar membuat keris sejak masih duduk di bangku SD. Yang patut diacungi jempol, keris buatannya dihadiahkan pada Presiden Jokowi saat menghadiri Festival Keraton dan Masyarakat Adat ASEAN yang diadakan pada 27-31 Oktober 2018 di Sumenep. Keren!
Bukan cuma di dalam negeri, keris buatan warga Desa Aeng Tong Tong juga diekspor ke Malaysia, Singapura, Thailand, dan bahkan sampai ke Amerika dan Belanda. Di luar negeri, keris buatan warga Desa Aeng Tong-tong dikenal akan kehalusannya.
Terdapat tiga dusun di Desa Aeng Tong Tong, yakni Dusun Duko, Dusun Gendih, dan Dusun Endenah. Di antara ketiganya, jumlah empu terbanyak ada di Dusun Duko. Para warga di ketiga dusun tersebut biasanya belajar membuat keris sejak usia belia dengan berguru pada warga senior yang sudah ahli.
Keberadaan empu di Sumenep berawal dari empu Kelleng yang hidup pada zaman Keraton Sumenep. Ia dikenal amat sakti. Saat akan membuat keris, si empu berpuasa selama 123 hari lamanya dan menyiram air ke pasir setiap 40 hari sekali sampai air berubah menjadi logam.
Empu Kelleng mengadopsi seorang anak bernama Joko Tole. Kepada Joko Tole-lah, empu Kelleng mewariskan seluruh ilmu dan keahliannya dalam membuat keris. Semenjak itu, banyak bermunculan empu di Sumenep.
Komentar