Indonesia adalah negara kepulauan yang menyimpan kekayaan budaya. Salah satu kekayaan budaya itu tercermin lewat seni tari. Tari perang misalnya. Dalam pertunjukkan tari perang, penari biasanya menggunakan properti berupa senjata. Di bawah ini adalah sebelas contoh tari perang dari Indonesia yang berasal dari lima provinsi. Seru banget, lho, buat ditonton!
11 Tari Perang dari Indonesia
-
Tua Reta Lo’u, Nusa Tenggara Timur
Sumber gambar: kartosar.wordpress.com
Tua Reta Lo’U, tari perang asal Desa Doka, Kabupaten Sikka. Gerakan tari ini melambangkan teknik perang suku Sikka Krowe, leluhur warga Desa Doka. Properti yang digunakan penari adalah bambu, pedang, dan tameng. Ditarikan secara berkelompok oleh wanita dan pria, tari Tua Reta Lo’u terdiri dari tiga bagian.
Bagian pertama, penari melompat-lompat di antara bambu-bambu yang saling dibenturkan penari lain. Bambu diletakkan di tanah. Penari harus bisa menghindarkan kakinya agar tidak terjepit bambu. Bagian ini disebut awi alu. Pada bagian kedua, penari bergerak untuk menghindarkan kepalanya agar tidak terbentur bambu. Di bagian yang disebut mage mot ini, bambu diletakkan sejajar dengan telinga penari.
Bagian ketiga adalah bagian yang paling bikin merinding sekaligus takjub. Pada bagian ini, seorang penari memanjat sebilah bambu, lalu dengan bertumpu pada perut ia berputar-putar di atas bambu sambil menggerak-gerakkan pedang. Tari Reta Lo’u dibawakan untuk menyambut tamu. Jika penari mengacungkan pedang ke tamu, itu tandanya si tamu telah diterima dengan baik.
-
Caci, Nusa Tenggara Timur
Sumber gambar: Wikipedia
Satu lagi tari perang dari Provinsi NTT, tari Caci. Tari yang berasal dari Desa Tado ini dibawakan dua penari pria yang saling bertarung satu sama lain. Artinya, penari harus siap luka-luka. Seorang penari bertugas menyerang, sedangkan penari yang lain berusaha menghindar dari serangan. Si penyerang yang disebut paki membawa senjata berupa cambuk. Si penerima serangan yang disebut ta’ang melindungi diri dengan perisai dan busur.
Saat membawakan tari ini, penari mengenakan semacam topi yang mirip tanduk kerbau. Namanya panggal. Untuk bawahan, penari mengenakan celana panjang putih dan kain tradisional yang disebut songke. Sebagai pelindung tubuh bagian belakang, penari mengenakan handuk yang menutupi leher bagian belakang dan semacam ekor kuda untuk melindungi tulang belakang.
Tahu nggak kalau zaman dulu, tari Caci dibawakan sebagai ajang tebar pesona? Melalui tari ini, laki-laki berusaha menarik perhatian perempuan dengan bertarung mengarahkan lawan. Mereka ingin menunjukkan keperkasaan di hadapan para gadis. Namun, makna sebenarnya dari tari ini adalah sebagai bentuk ucapan syukur pada Tuhan atas berkat yang diperoleh.
-
Cakalele, Maluku
Sumber gambar: good news from Indonesia
Zaman dulu, tari Cakalele dibawakan para prajurit yang hendak berangkat ke medang perang atau pulang dari medang perang. Dalam bahasa setempat, caka berarti roh dan lele berarti mengamuk. Konon katanya, di tengah-tengah menari, ada prajurit yang kerasukan roh yang membuatnya berteriak, “Aulee aulee” yang artinya adalah banjir darah.
Zaman sekarang, tari Cakalele sering ditampilkan pada upacara adat. Tarian ini dibawakan secara berkelompok yang terdiri dari pria dan wanita. Properti yang digunakan penari pria adalah parang dan tameng berbentuk persegi panjang, sedangkan yang digunakan penari wanita adalah sapu tangan. Gerakan dalam tari ini dibuat layaknya prajurit yang sedang berperang. Tentu saja, gerakan ala prajurit perang tersebut dibawakan penari pria. Sementara itu, karena hanya sebagai pengiring penari pria, maka gerakan penari wanita lebih lemah lembut.
Khusus di Banda Neira, pulau di Provinsi Maluku, tari Cakalele ditampilkan berbeda dengan adanya lima bambu yang dililit kain merah di tengah-tengah penari. Kain merah tersebut melambangkan kematian dari 44 warga Banda Neira yang dibantai bangsa Belanda pada 1622. Pembantaian merupakan pembalasan Belanda atas tewasnya 41 orang Belanda di tangan warga Banda Neira.
BACA JUGA: 10 Tarian Tradisional Indonesia yang Mendunia
-
Tobe, Papua
Tari Tobe merupakan tari perang khas suku Asmat, suku yang mendiami Papua. Dulu, tari Tobe dibawakan untuk memberi semangat bagi warga yang akan berperang. Kini, tari Tobe ditampilkan sebagai tari pertunjukkan, misalnya untuk menyambut tamu penting yang datang ke Papua. Tari ini dibawakan oleh pria yang bertelanjang dada dan mengenakan rok yang terbuat dari akar dan daun. Tak lupa, di bagian kepala terpasang ikat kepala khas Papua. Adalah tombak dan busur, properti yang digunakan dalam tari ini. Sementara itu, alat musik pengiringnya ialah tifa.
-
Fataele, Sumatera Utara
Sumber gambar: sisteminformasipulaunias.wordpress.com
Dari Indonesia Timur, kita geser ke Indonesia Barat. Fataele adalah tari perang khas Pulau Nias, pulau yang terletak di Provinsi Sumatera Utara. Gerakan dalam tari ini menggambarkan suasana perang saudara. Tari Fataele biasa ditampilkan secara massal oleh puluhan laki-laki, baik tua maupun muda. Pertunjukkan tari Fataele kian semarak dengan teriakan-teriakan dari para penarinya. Properti yang digunakan dalam tari ini adalah pedang, tombak, dan perisai. Konon katanya, pedangnya punya kekuatan magis yang dapat membuat tubuh kebal.
Perselisihan kakak beradik yang tinggal di Desa Orahili Fau, Nias diyakini sebagai asal-usul terciptanya tari Fataele Singkat cerita, Desa Orahili Fau diserang Belanda sehingga penduduknya, termasuk kakak beradik ini melarikan diri ke desa lain agar selamat. Selang beberapa tahun kemudian, dua orang termuda dari kakak beradik ini kembali ke Desa Orahili Fau untuk membangun rumah adat yang dihancurkan Belanda. Ketika kedua adik ini sibuk membangun rumah adat, si kakak tertua malah pergi berburu dan tidak ikut membantu sama sekali. Kedua adik pun kesal terhadap kakak mereka dan dari sinilah awal perselisihan terjadi.
-
Soreng, Jawa Tengah
Sumber gambar: senipedia
Tari Soreng berkembang di Magelang, Jawa Tengah. Gerakan dalam tari ini menceritakan kisah Arya Penangsang ketika ia dan teman-teman prajuritnya berusaha merebut Kerajaan Pajang. Dalam pertunjukkanya, tari Soreng dibawakan 10—12 penari laki-laki yang terbagi dalam dua kelompok. Tiap kelompok mengenakan kostum dengan warna berbeda yang berarti bahwa kedua kelompok tersebut saling bermusuhan. Kostum yang dikenakan biasanya bermotif bunga. Sama seperti kelima tari sebelumnya, penari tari Soreng juga menggunakan properti, yakni tombak dan kuda buatan yang terbuat dari bambu. Soreng sering ditampilkan pada acara khitanan dan pernikahan.
-
Ajay, Kalimantan Timur
Tari Ajay asal Kalimantan Timur ini menggambarkan peperangan, keberanian, serta sikap pantang menyerah. Tarian ini biasanya dibawakan oleh Suku Dayak Kenyah. Alat yang digunakan untuk atraksi adalah perisai dan mandau. Kata ‘ajay’ merupakan adaptasi bahasa setempat yang berarti ksatria perang.
BACA JUGA: Bukan Hanya Kecak, Inilah 5 Tari Asal Bali Lainnya yang Nggak Kalah Kece
-
Hedung, Nusa Tenggara Timur
Sumber gambar: adobaladesa.id
Tarian Hedung adalah tari perang dari Indonesia yang brada dalam budaya masyarakat Adonara. Jenis tarian ini merupakan tari perang yang dulunya dibawakan untuk menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Tarian ini melambangkan nilai – nilai kepahlawanan dan semangat berjuang yang tak kenal menyerah. Dewasa ini,tarian hedung yang merupakan salah satu tarian kebanggaan masyarakat Adonara juga dibawakan dalam acara; penyambutan tamu,pada pesta adat seperti; pembuatan rumah adat dan pernikahan dan pesta sakramen Imamat. Dalam tarian ini, para penari baik tua, muda/anak – anak yang terdiri dari kaum laki – laki dan juga beberapa kaum perempuan. Berbagai perlengkapan yang biasanya digunakan para ksatria Adonara untuk berperang, yaitu parang adonara (kenube witi taran), tombak (gala), perisai (dopi), ikat kepala daun kelapa (knobo), gemerincing yang diikat di kaki (bolo’n), kain sarung tradisional (kwatek – untuk perempuan,nowi’n – untuk laki – laki). Diiringi musik tradisional (dari gong,gendang dan irama bolo’n), para penari memperagakan gerakan yang mirip dengan orang yang sedang berperang. Mereka akan ”berperang” satu sama lain memperagakan duel dengan mengayunkan parang atau membuat ancang – ancang untuk melemparkan tombak.
-
Kinyah Uut Danum, Kalimantan Barat
Sumber gambar: cintaindonesia.web.id/
Tari Kinyah Uut Danum adalah tarian perang yang berasal dari Provinsi Kalimantan Barat. Tarian ini memperlihatkan keberanian dan juga teknik bela diri pada saat berperang. Jenis tarian ini berasal dari subsuku Dayak Uut Danum yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Tarian ini masih dilestarikan oleh pemerintah daerah dan juga masyarakat Dayak sebagai pelestarian warisan budaya serta kesenian tradisional di Provinsi Kalimantan Barat.
Tari Kinyah Uut Danum ini awalnya merupakan tarian untuk persiapan fisik sebelum Mengayau, yakni tradisi perburuan kepala musuh yang dilakukan oleh suku Dayak zaman dahulu. Tarian ini untuk menunjukan kesiapan dari para laki-laki Dayak Uut Danum untuk dilepaskan di hutan untuk mengayau. Suku Dayak Uut Danum ini sendiri dikenal dengan gerakan dan juga teknik yang berbahaya dalam membunuh para musuhnya. Selain itu juga, tarian ini untuk memperingati sejarah serta keberanian laki-laki Dayak zaman dahulu.
-
Papatai, Kalimantan Timur
Sumber gambar: sangkaicity.blogspot.com
Tari perang dari Indonesia satu ini bernama Kancet Papatai. Tarian ini merupakan kesenian tradisional dalam bentuk tari-tarian perang yang bercerita tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah yang sedang berperang melawan musuh. Tarian ini juga menggambarkan tentang keberanian para pria atau ajai suku Dayak Kenyah dalam berperang, mulai perang sampai dengan upacara pemberian gelar bagi pria atau ajai yang sudah berhasil mengenyahkan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan para penari. Kancet Papatai diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik sampe.
-
Tari Perang, Papua Barat
Sumber gambar: bisniswah.com
Tari daerah ini berasal dari Papua, tepatnya Papua Barat. Tarian ini seringkali dibawakan oleh para penari pria dengan menggunakan pakaian adat Papua dan panah sebagai lambang senjatanya untuk menggambarkan jiwa kepahlawanan serta kegagahan masyarakat Papua. Dulunya, tarian ini memang dilakukan oleh masyarakat Papua Barat saat akan menuju medan perang. Zaman dulu, masyarakat Papua seringkali terlibat perang suku, karena itu tarian ini digunakan untuk memompa semangat dan keberanian para prajurit yang akan berperang. Namun, pada zaman ini sudah tidak ada atau jarang sekali terjadi perang antar suku sehingga tari tersebut dilestarikan sebagai tari tradisional untuk hiburan.
Untuk kostumnya sendiri biasa menggunakan pakaian tradisional khas daerah Papua yang terdiri dari rok yang berasal dari akar daun serta memakai ikat kepala khas Papua yang nyentrik. Selain itu, mereka juga menggunakan aksesoris berupa kalung manik-manik dan gelang tangan serta gelang kaki bulu-bulu tanpa disertai alas kaki.
BACA JUGA: Kalau Kamu Penakut, Jangan Tonton 5 Tarian Mistis Asal Indonesia Ini
Komentar